Kamis, 17 Februari 2011

Konsep Dasar Bermain

Manusia dikenal juga sebagai Homo Ludens, dalam filsafat olahraga memaparkan karakteristik bermain sebagai aktivitas yang dilakukan secara bebas dan sukarela. Berbagai macam respon secara sadar itu dinyatakan dalam bentuk kegiatan bermain sebagai fitrah manusia yang hakiki sebagai mahluk bermain, sebagai kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau peniruan peran.
Bermain itu sendiri bukanlah suatu yang real sehingga bermain pada anak misalnya berlangsung dalam suasana tidak sungguh-sungguh, namun bersamaan dengan itu pula terdapat kesungguhan yang menyerap kosentrasi dan tenaga. Unsur ketegangan di dalamnya tidak lepas dari etika, seperti tersirat dalam semangat fair play yang selanjutnya menguji ketangguhan, keberanian, dan kejujuran pemain. Ciri bermain yang belum tercemar tampak dalam permainan anak-anak yang meskipun tanpa wasit, semua pemainnya mampu mengatur dirinya untuk tidak menghancurkan permainan.

Jumat, 04 Februari 2011

GERAK LOKOMOTOR DENGAN PERMAINAN KECIL SEDERHANA

• Gerak Lokomotor
Nama aktivitas : Berjalan, berlari ke segala arah dengan permainan kecil sederhana (Elang dan Ular).
Kelas : III ( Tiga )
Penjelasan dan gambar :
- Gerak lokomotor dengan permainan kecil sederhana menjala ikan.
- Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai kebutuhan.

Cara melakukanya adalah sebagai berikut:
- Pada awal kegiatan siswa dibariskan dan diberi penjelasan dari guru.
- Kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, salah satu siswa dari masing-masing kelompok, satu siswa menjadi elang dan yang lain menjadi ular.
- Siswa yang menjadi elang harus berusaha menangkap ekor/siswa yang paling belakang menjadi ular, sedangkan siswa yang paling depan atau yang menjadi kepala ular harus berusaha melindungi anggotanya dari tangkapan elang.
- Jika siswa yang menjadi elang dapat menangkap ekor ular maka permainan dilanjutkan dengan berganti posisi, siswa yang menjadi elang pindah menjadi ekor ular, dan siswa yang menjadi kepala ular berganti menjadi elang dan seterusnya. Sehingga semua siswa dapat mersakan menjadi elang, kepala ular, anggota ular dan ekor ular.

Gambar 1.






Gambar 2.





Gambar 3.





Gambar 4.





A. Tanggapan Siswa
- Kegiatan lebih terasa menyenangkan, dan lebih menantang
- Tidak bosan, ingin bermain kembali
B. Kesimpulan
Pada dasarnya kegiatan gerak lokomtor dengan menggunakan permainan kecil sederhana siswa akan lebih merasa senang dan lebih bersemangat dalam melaksanakan kegiatan, dibandingkan dengan kegiatan yang di ulang-ulang dan monoton peserta didik akan cepat merasa kurang semangat dan cepat merasa bosan dalam kegiatan belajar mengajar.
C. Saran
Bagi guru olah raga yang mengampu kelas kecil, diharapkan melakukan pembelajaran dengan bentuk permainan kecil sederhana atau dengan sistem perlombaan karena dengan kegiatan ini dapat membuat peserta didik dapat lebih bersemangat dan merasa tertantang.

HAL-HAL YANG MENGAKIBATKAN STRES MENTAL PADA ATLIT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada final piala AFF tahun 2010 putaran pertama di Malaysia, tentunya banyak peristiwa yang sangat memprihatinkan dan mengganggu kosentrasi para pemain, pada saat terjadi insiden sinar laser ataupun petasan yang dinyalakan para supporter di dalam stadion bukit jalil. Tentunya unsur kesengajaan memang sudah disiapkan para supporter guna mengganggu pemain yang sedang bertanding.
Ketika itu penjaga gawang timnas kita Markus Horizon yang paling sering mendapat gangguan sinar laser. Tentu saja kejadian tersebut sangat mengganggu konsentrasi dan mental para pemain timnas kita. Banyak pemain yang mengalami stress mental pada saat pertandingan tersebut. Bila kejadian tersebut terjadi pada atlit yang kita bina maka kita harus tahu bagaimana cara mengatasi hal tersebut agar masalah tersebut tidak menjadi berlarut-larut.
Dengan uraian singkat di atas pokok-pokok bahasan dalam makalah ini antara lain :
1. Hubungan Atlit dengan Perkumpulan
2. Hubungan Atlit dengan Coach / Pelatih
3. Hubungan Atlit dengan Atlit
4. Prinsip-prinsip yang penting bagi Pelatih
5. Mengatasi Stress Mental
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Atlit dengan Perkumpulan
Dalam setiap perkumpulan atau organisasi tentunya terdapat suatu peraturan, prosedur, kebijaksanaan dan administrasi dapat mempengaruhi hubungan atlet dengan perkumpulan. Beberapa aspek di bawah ini penting untuk diperhatikan yaitu :
1. Seluruh bagian atau jajaran organisasi harus bersih dari segala kecurangan.
2. Seluruh bagian dibuat dengan struktur sederhana saja serta tidak terlalu birokratis dan bertele-tele.
3. Seluruh pengurus harus jujur, terbuka kepada setiap orang serta sederhana, tidak terkecuali.
4. Sebelum mengikuti / pelaksanaan program latihan, terlebih dahulu harus ada persetujuan mengenai ketentuan-ketentuan yang ada antar atlit-pelatih dan official.
5. Peraturan-peraturan yang ada harus ditaati, kalau ada pelanggaran terhadapnya tentu saja rencana kerja tak akan berjalan dengan baik.
B. Hubungan Atlit dengan Coach / Pelatih
Pelatih juga harus dapat menjaga hubungan dengan para atlitnya agar tidak terjadi salah komunikasi dan atlet lebih merasa nyaman dan mudah menerima masukan-masukan dari pelatih. Bila hubungan antara atlit dengan pelatihnya tidak dapat berjalan dengan bagaimana prestasi atlitnya bisa meningkat. Di bawah ini beberapa hal-hal yang perlu dilakukan pelatih dalam membina hubungan baik dengan atlit :
1. Seorang pelatih harus terbuka pada setiap atlit, juga dalam memberlakukan peraturan harus sama.
2. Seorang pelatih harus memberikan perhatian yang sama terhadap seluruh atlit, tak ada yang dikhususkan.
3. Tidak menyepelekan hal pengawasan. Pelatih harus dapat / mampu memberikan keterangan-keterangan dengan cepat dan tepat.
4. Pelatih merupakan panutan, ia sebagai bapak, guru, paman, dan teman.
5. Adanya saling terbuka antara pelatih dan atlit akan memudahkan diterimanya suatu keputusan latihan yang menyangkutnya.
6. Dengan hubungan yang baik dan positif, maka itu akan menghasilkan hal positif, membangun dan berbuat saling menguntungkan.
C. Hubungan Atlit dengan Atlit
Hubungan antara atlit yang satu dengan atlit yang lain sangat erat kaitannya dengan peningkatan kerjasama tim, oleh karena itu para atlit harus mampu membina hubungan baik sesama atlit antara lain :
1. Membentuk kerjasama atlit, yaitu dengan usaha memperkecil persaingan dalam perkumpulan.
2. Membentuk hubungan baik dengan masyarakat melalui aktivitas perkumpulan. Kegiatan ini juga merupakan kesempatan yang baik untuk membina persahabatan antar atlit.
3. Memperketat absensi/kehadiran atau dipaksa untuk hadir terus.
4. Atlit senior yang banyak pengalaman dapat membantu yuniornya untuk dapat lebih maju.
5. Bergabung atau bersahabat harus dengan senang / sukarela, pelatih jangan memaksa untuk menyatukan antar atlit.
D. Prinsip-prinsip yang penting bagi Pelatih
Sebagai seorang pelatih, tentunya harus memiliki prinsip yang harus dipegang agar atlitnya dapat berkembang secara maksimal. Beikut ini adalah beberapa prinsip yang harus dipegang bagi seorang pelatih :
1. Sebelum memulai latihan terlebih dahulu mengadakan observasi/survey terhadap perkumpulan itu.
2. Mempersiapkan mental dan fisik untuk menghadapi atlit.
3. Mempersiapkan pengetahuan keolahragaan yang lebih lengkap.
4. Bersikap sederhana, mantap, tegas, terbuka dan bersahabat.
5. Memiliki ketrampilan administrasi/memanaje.
6. Memberikan latihan secara sistematis, metodis, selalu menambah beban dan terus menerus.
7. Disiplin pribadi.
8. Senang bergaul.
9. Memiliki sikap kepemimpinan/leadership.
10. Sportif mengakui kesalahan atau kekurangan diri sendiri dan mengakui/membenarkan kelebihan orang lain.
11. Tidak cepat putus asa.
12. Sikap bertanggung jawab dan jiwa besarnya menonjol.
E. Mengatasi Stress Mental
Ketegangan mental sering terjadi, bahkan dialami oleh setiap olahragawan dan bahkan pelatih, terutama pada saat sedang bertanding, penonton pun mengalaminya. Bila seorang pelatih mengalami stress mental dan kemudian agak berat mengatasinya, maka hal itu akan berpengaruh besar terhadap para atlit. Keadaan mental pelatih akan “menular” kepada anak asuhnya (terutama bagi atlit yang selalu menggantungkan diri pada pelatih).
Tekanan-tekanan yang datang baik dari dalam maupun dari luar yang tidak dapat diatasi seorang pelatih akan sangat mengganggu keputusan-keputusan yang harus diinstruksikan kepada para atlitnya.
Dan pada gilirannya sikap para atlit terhadap pelatih interaksinya pun bersifat ragu-ragu, sehingga berakibat negatif pada hasil yang diharapkan.
Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengatasi stress mental :
1. Lakukanlah warming-up (pemanasan) secukupnya dan dilaksanakan menjelang pertandingan dimulai, misalnya 1-2 jam sebelumnya.
2. Bersikaplah gagah dan berani, kalau perlu agak sombong.
3. Tersenyumlah denga ramah.
4. Jangan selalu memperdulikan aksi atau komentar penonton.
5. Tingkatkan motivasi untuk memenangkan pertandingan.
Ada kalanya pelatih juga mengalami ketegangan saat melihat atlitnya sedang dalam posisi terpojok . Apabila pada suatu saat terdapat pelatih yang mengalami ketegangan, agar tidak menimbulkan efek yang buruk pada atlit sebaiknya melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Selalu berusaha untuk sabar, tenang, ramah dengan senyum yang lebar.
2. Selesaikan suatu tugas dengan selamat.
3. Tidak berkata-kata yang menyebabkan orang lain tersinggung.
4. Lakukanlah sesuatu yang anda senangi.
5. Ceritakanlah keadaan yang sulit yang anda hadapi kepada teman yang dekat yang dapat memberikan suatu jalan ke luar.
6. Jauhkan perasaan rendah diri.
7. Bersikap kesatria dan lain-lain.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya semua atlet pasti akan mengalami ketegangan saat menghadapi pertandingan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya gangguan dari dalam diri sendiri yang diakibatkan oleh kurangnya kesiapan baik fisik maupun mental, dan juga karena pengaruh dari luar seperti teriakan para supporter yang sedang menonton pertandingan.
Oleh sebab itu maka seorang pelatih harus mampu mengatasi masalah tersebut agar atletnya dapat tetap kosentrasi atau fokus pada saat bertanding. Sehingga atletnya mampu mengoptimalkan kemampuannya tanpa merasakan adanya hambatan dalam dirinya.
B. Saran
Dengan menganalisa kajian pembahasan makalah tersebut dapat disarankan sebagai berikut :
1. Pelatih sebaiknya lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan atlitnya agar tidak terjadi salah komunikasi.
2. Pelatih yang mengalami ketegangan diusahakan jangan sampai mempengaruhi atlitnya, sebisa mungkin tidak ditampakkan.



DAFTAR PUSTAKA

• Lutan, Rusli, dkk. (2004). Perubahan Motif Pembinaan Olahraga: Dari Logika Politik ke Logika Ekonomi, dalam Akar Sejarah dan Dimensi Keolahrgaan Nasional, Jakarta: Ditjora
• Moch, Subroto, Masalah-masalah dalam Kedokteran Olahraga, Latihan dan Coahing, Jakarta, 1975.
• Santoro (1986) Manual Kesehatan Olahraga (Jakarta:Dinas Kesehatan DKI)
• Rusli lutan, Sumardiyanto, 2002. Filsafat Olahraga. Depdiknas, Dirjen Dikdasmen.
• Husdarta, 2010. Sejarah dan Filsafat Olahraga, Bandung.

ANTARA ILMU DAN SENI KEPELATIHAN DALAM PROFESIONALISME PELATIH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia olahraga tak lepas dari pelatih dan kepelatihan. Namun sebagai seorang pelatih tidak akan cukup jika hanya menguasai teknik bermain saja. Seorang pelatih harus mampu menyajikan program latihan yang terencana dengan matang. Dalam penyajiannya setiap pelatih mempunyai ilmu dan seni kepelatihan yang tidak sama, oleh karena itu seorang pelatih akan berhasil menerapkan program latihan secara tepat apabila dia dapat memahami keadaan atau kondisi atletnya. Pelatih profesional tidak akan menemukan kesulitan dalam hal tersebut, karena sudah memilki pengalaman serta ilmu dan seni kepelatihan yang baik.
Berdasarkan uraian di atas, pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain :
• Kepelatihan sebagai ilmu
• Kepelatihan sebagai seni
• Perlatih amatir dan profesional

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kepelatihan sebagai ilmu
Sebagai pelatih semua harus mengerti bahwa di dalam dunia kepelatihan harus selalu berhadapan dengan manusia, bukan dengan benda mati. Tetapi dengan benda hidup yang mempunyai susunan tulang-tulang, otot-otot, syaraf-syaraf, alat panca indera jantung, hati, paru-paru, dan lain-lain organisme tubuh yang memiliki organisasi yang sangat spesifik dan rumit. Bahkan mempunyai jiwa, pikiran dan perasaan.
Dan kepelatihan tidak berurusan dengan berpuluh-puluh individu, yang satu dengan lainnya berbeda-beda dalam hal bentuk tubuh, kelamin, kebiasaan-kebiasaan, perilakunya, sosio ekonominya, dan pendidikannya. Pendek kata berbeda di antaranya, psikhis, fisik maupun lingkungan asalnya.
Dengan demikian, seorang pelatih harus mengetahui dan memperdalam di bidang pengetahuan seperti tersebut di atas, yang erat kaitannya dengan keahliannya. Jika ilmu pengetahuan tersebut tidak disukainya, maka besar kemungkinan prestasi atlitnya tidak akan maju dengan pesat atau mencapai optimal. Dengan kata lain pelatih tidak akan berhasil dengan kemajuan yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.
Begitu pun kalau pelatih hanya memilikipengetahuan yang setengah-setengah saja mengenai suatu masalah, biasanya informasi-informasi yang disampaikannya pun akan setengah-setengah dari pengetahuan tersebut, tentu kemungkinan terjadi informasi yang salah atau keliru sangat besar. Jadi pelatih tersebut, bukan akan menolong atlit tetapi justru akan mencelakakannya.
Lebih celaka lagi, kalau pelatih memberikan nasihat-nasihat yang keliru atau negatif, mungkin akan dibawa seumur hidup oleh atlit (terutama atlit pemula).
Dalam memberikan ungkapan nasehat yang salah sebenarnya lebih buruk bila dibandingkan dengan tidak memberi nasehat sama sekali.
B. Kepelatihan sebagai seni
Seperti tersebut di atas kepelatihan itu disamping sebagai ilmu, juga sebagai seni yang artinya dalam cara penerapan dari fakta-fakta ilmiah tersebut terhadap atlit. Cara pelaksanaan ini, sebenarnya tidak semudah apa yang diduga. Sebab di sini pelatih benar-benar dituntut keahlian, kecelakaan, kecerdikan, mental yang kuat, bakat dan seni serta “gaya” dari dirinya. Mungkin ini lebih sulit ketimbang mempelajari ilmu-ilmunya.
Oleh karena itu, pelatih perlu didukung adanya kemampuan ilmu jiwa atau psikologi karena akan banyak peranannya. Untuk itu bakat dan pengalaman yang cukup sangat menunjang. Menjadi pelatih tanpa memiliki seni dalam menjalankan kepelatihannya, maka akan kecil sekali kemungkinan seorang pelatih bisa menghasilkan prestasi yang optimal dari para atlitnya.
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan kepelatihan itu bukan hanya ilmu tetapi juga seni atau sebaliknya, maka dari itu seorang pelatih hendaknya, kecuali seorang ilmuwan, juga seorang seniman.
C. Antara pelatih amatir dan pelatih profesional
Setiap pelatih tentu saja senang apabila tim atau atlitnya menjadi juara. Ada juga pelatih yang sering diwawancarai tentang bagaimana dia bisa sukses melatih para atlitnya. Tentu saja hal tersebut merupakan pelengkap dari kebanggaannya bakal melesat terkenal, tak peduli pelatih amatir ataupun professional.
Walaupun pada media massa yang sering muncul adalah sang juara, namun pelatih juga cukup bangga dengan prestasi atlitnya. Sebab pelatih juga turut andil dalam prestasi atlitnya. Apa mungkin seorang atlit menang tanpa adanya strategi dan bantuan dari pelatih? Rasanya berat. Sukses atlit berarti sukses juga pelatihnya, karena keduanya merupakan komponen yang tidak bisa dipisahkan. Seorang pelatih wajib memiliki kemampuan menetapkan strategi yang akurat, tidak peduli pelatih amatir maupun profesional.
Pada dasarnya antara pelatih amatir dan profesional mempunyai tugas dan tujuan yang sama, yakni mereka dituntut melatih atlit sampai memiliki penampilan bermain yang prima dan berprestasi. Namun, antara pelatih amatir dan pelatih profesional juga terdapat perbedaan yang mencolok, yaitu pelatih amatir itu biasanya orang yang punya dedikasi dalam suatu cabang olahraga tanpa dibayar, ataupun kalau dibayar juga tidak terlalu banyak, hanya sekedar uang transport saja. Sedangkan pelatih profesional adalah orang yang dalam melatih dan karena dia mempunyai kemampuan profesional dibayar atau dikontrak oleh suatu organisasi Instansi atau perusahaan untuk melatih olahraga, berdasarkan kualifikasi dalam satu keahlian melatih yang sudah dianggap pantas.
Pelatih olahraga amtir dan profesional juga harus memiliki pengetahuan dan pengalaman, khususnya dalam olahraga yang ditanganinya. Akan sangat tidak cukup jika hanya mengandalkan kemampuan teknik-teknik bermain saja. Pelatih tidak hanya bekerja untuk meningkatkan penampilan dari atlitnya, tetapi juga harus memiliki program latihan yang akan disajikan kepada atlit secara terencana, yang meliputi waktu, jumlah latihan, jenis kegiatannya semua diatursecara sistematis dan strategis.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Prestasi atlit tidak akan mungkin meningkat apabila pelatihnya hanya menguasai teknik bermain saja. Seorang pelatih harus mempunyai ilmu dan seni kepelatihan agar atlitnya dapat berkembang menuju prestasi yang lebih tinggi. Hal tersebut sangat berlaku pada pelatih manapun.
Baik pelatih amatir maupun pelatih profesional, harus mempunyai program latihan yang sistematis. Antara pelatih amatir dan pelatih profesional tidak memiliki perbedaan yang jauh, sebenarnya yang membedakan antara pelatih amatir dengan pelatih profesional terdapat pada loyalitas dan pengalaman saja.
B. Saran
Berdasarkan analisa kajian dan pembahasan makalah di atas, dapat disarankan sebagai berikut :
1. Seorang pelatih olahraga sebaiknya lebih mendalami ilmu dan seni kepelatihan demi kemajuan prestasi atlit.
2. Pelatih dalam menyusun program latihan juga harus sesuai dengan kondisi atlit yang sedang dilatih pada saat itu, agar tidak terjadi penanganan yag salah dan berakibat buruk pada kondisi atlit.


DAFTAR PUSTAKA

• Lutan, Rusli, dkk. (2004). Perubahan Motif Pembinaan Olahraga: Dari Logika Politik ke Logika Ekonomi, dalam Akar Sejarah dan Dimensi Keolahrgaan Nasional, Jakarta: Ditjora
• Paseu, Anwar, “Memilih Atlit untuk Menghasilkan Prestasi Prima dalam Olahraga”, dalam Simposium Olahraga-Menuju Prestasi Berolahraga. (Surabaya:IAIFI, 18 Desember 1986)
• Santoro (1986) Manual Kesehatan Olahraga (Jakarta:Dinas Kesehatan DKI)
• Husdarta, 2010. Sejarah dan Filsafat Olahraga, Bandung.
• Lutan, Rusli, dkk (2004). Kebijakan Nasional dalam Pengembangan Pendidikan Jasmani, dalam Akar Sejarah dan Dimensi Keolahragaan Nasional, Jakarta: Ditjora